Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan kebijakan untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen. Keputusan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama dari kalangan pekerja.
Salah satu yang mengkritik kebijakan tersebut adalah Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Mereka menilai bahwa kenaikan PPN ini bisa berdampak negatif terhadap kesejahteraan pekerja di sektor pariwisata, terutama di hotel dan restoran.
Menurut PHRI, kenaikan PPN dapat mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat, sehingga jumlah kunjungan wisatawan ke hotel dan restoran bisa menurun. Hal ini tentu akan berdampak langsung terhadap pendapatan perusahaan dan potensial mengurangi jumlah pekerja yang ada.
PHRI juga mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN ini bisa membuat biaya operasional hotel dan restoran menjadi lebih tinggi, sehingga perusahaan harus mencari cara untuk mengurangi biaya, salah satunya adalah dengan melakukan pemotongan gaji atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sebagian karyawan.
Dengan demikian, PHRI menekankan pentingnya pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan pekerja dalam merumuskan kebijakan perpajakan. Mereka meminta agar pemerintah mempertimbangkan betapa pentingnya pekerja dalam menjaga stabilitas ekonomi negara.
Sebagai organisasi yang mewakili sektor pariwisata, PHRI juga berharap agar pemerintah dapat memberikan insentif atau stimulus kepada perusahaan di sektor pariwisata untuk mengimbangi dampak kenaikan PPN. Hal ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan mengurangi potensi PHK di masa depan.
Dengan demikian, perlu adanya sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan organisasi buruh untuk mencari solusi terbaik dalam menghadapi kenaikan PPN ini. Kesejahteraan pekerja harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembahasan kebijakan perpajakan, demi menjaga stabilitas ekonomi dan keadilan sosial di Indonesia.